Selasa, 19 April 2011

Macam - macam tasybih

Macam- macam tasybih
Tasybih terbagi menjadi bermacam – macam sesuai dengan arah peninjauannya.
1. Ditinjau dari segi wajh al-syibhnya, tasybih terbagi menjadi dua macam yaitu :
a). Tasybih tamtsil
Tasybih tamtsil yaitu  tasybih yang mana keadaan wajh al-syibhnya terdiri atas gambaran yang dirangkai dari keadaan beberapa hal. Seperti menyerupakan bintang tsuroya dengan tangkai-tangkai anggur yang berhamburan buahnya (  segrombol buah anggur pada tangkai ).

b). Tasybih ghoiru tamtsil
Sedangkan tasybih ghoiru tamtsil adalah tasybih yang wajh al-syibhnya tidak terdiri dari rangkaian gambaran beberapa hal. Wajh syibhnya terdiri atas satu hal (mufrad). Tasybih ini kebalikan dari tasybih tamtsil. Seperti menyerupakan bintang dengan  dirham.

2. Ditinjau dari ada tidaknya wajh al-syibh, tasybih juga terbagi menjadi dua macam :
            a). Tasybih mufashshal
Adalah tasybih yang disebutkan wajh al-syibhnya. Contoh :

وَثَعْرُهُ فِى صِفَاءٍ # وَاَدْمُعِى كَاللالِى
“ Dan gigi - giginya juga air matanya jernih bagaikan mutiara. “

                              b). Tasybih  Mujmal
Yaitu tasybih yang dibuang wajh al-syibhnya. Contoh :

النَّحْوُ فِى الْكَلامِ كَالْمِلْحِ فِى الطَّعَامِ
“ Kedudukan ilmu nahwu dalam kalam sama halnya dengan kedudukan garam dalam makanan “.
                             
                  3. Ditinjau dari ada tidaknya adat tasybih.
                              a). Tasybih muakkad
Yang dimaksud dengan tasybih muakkad adalah tasybih yang dibuang adat tasybihnya. Contoh :

هُوَ بَحْرٌ فِى الْجُوْدِ
“ Dia adalah ( bagaikan ) samudra dalam hal kedermawanan.”

                              b). Tasybih mursal
Sedangkan tasybih mursal adalah tasybih yang yang adat tasybihnya disebutkan. Contoh :

هُوَ كَالْبَحْرِ كَرَمًا
“ Dia laksana samudera dalam hal kedermawanan. “
( Kedermawanannya laksana samudra )

4. Sedangkan jika ditinjau dari segi ada tidaknya adaat dan dan wajh al-syibhnya, tasybih dibedakan menjadi dua macam. Yaitu :
                              a). Tasybih baligh
Yang dimaksud dengan tasybih baligh adalah tasybih yang dibuang adat tasybih dan wajh al-syibhnya. Contoh :

 " وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ لِبَاسًا "( سورة النبأ : 10 )
“ Dan Kami jadikan malam sebagaimana pakaian “ . QS. An Naba’ : 10.

                              b). Tasybih ghairu baligh
Sedangkan tasybih ghairu baligh adalah tasybih yang yang adat tasybih dan wajh al-syibhnya disebutkan. Contoh :

العِلْمُ كَالنُّوْرِ فِى الْهِدَايَةِ
“ Ilmu itu laksana cahaya dalam olehnya memberi petunjuk. “



Selain yang tersebut di atas, masih ada lagi beberapa macam tasybih diantaranya adalah :
a.       Tasybih maqluub yaitu jenis tasybih yang posisi musyabbahnya dijadikan sebagai musyabbah bih, sehingga yang seharusnya musyabbah dijadikan musyabbah bih, dan yang seharusnya musyabbah bih dijadikan musyabbah dengan anggapan wajh syibh pada musyabbah lebih kuat. Contoh perkataan Al-Buhturi :

كَأَنَّ سَنَاهَا بِالْعَشِيَّ لِصُبْحِهَا R  تَبَسُّمُ عِيْسَى حِيْنَ يَلْفَظُ بِلْوَعْدِ
“ Seakan – akan cahaya awan di sore hari sampai menjelang pagi itu adalah senyuman Isa ketika mengucapkan janji. “

            Pada contoh syair di atas Al-Buhturi menyerupakan cahaya awan yang terus menerus memantul sepanjang malam dengan senyuman orang yang dipujinya ketika menjanjikan pemberian. Padahal sudah pasti pantulan cahaya awan itu lebih kuat dari pada pantulan cahaya senyuman. Dan yang biasa kita dengar adalah senyuman diserupakan dengan pantulan cahaya awan, sebagaimana kebiasaan para penyair. Akan tetapi Al-Buhturi menyatakan tasybih yang sebaliknya.

b.      Tasybih dhimni adalah tasybih yang keadaan musyabbah dan musyabbah bihinya tidak jelas (implisit). Kita bisa menetapkan unsur musyabbah dan musyabbah bih pada tasybih jenis ini setelah kita menelaah dan memahaminya secara mendalam. Dan tasybih jenis ini didatangkan untuk menunjukkan bahwa hukum ( makna ) yang disandarkan kepada musyabbah itu mungkin adanya.  Contoh perkataan Ibnu al-Rumi :

قَدْ يَشِيْبُ الْفَتَى وَلَيْسَ عَجِيْباً R اَنْ يُرَى النَّوْرُ فِى الْقَضِيْبِ الرَّطِيْبِ
“ Kadang – kadang seorang pemuda beruban, dan hal ini tidaklah mengherankan. Bunga ( pun ) dapat keluar pada dahan yang muda dan lembut. “

Pada syair di atas, ibnu al-Rumi menyatakan  bahwa kadang – kadang seorang pemuda beruban sebelum usianya. Hal ini bukanlah suatu hal yang mengherankan karena dahan yang masih baru dan lembut kadang – kadang berbunga. Dalam ungkapan tersebut Ibnu al-rumi tidak mengungkapkan tasybih secara jelas karena ia tidak berkata bahwa seorang pemuda yang telah beruban itu bagaikan dahan muda yang berbunga, melainkan ia menyatakan yang demikian secara implisit.

1 komentar: