Kamis, 29 Agustus 2013

Jangan-jangan bersyukur itu terlalu mudah

Maka tanyakanlah kepada sebuah keluarga kecil, yg hidup seadanya. Berminggu2, dua anak perempuan mereka, yg berusia 9 dan 13 tahun, selalu bilang ingin mencicipi sepiring kentang goreng dan sepotong ayam crispy di sebuah restoran fast food. Tiga bulan berlalu, keinginan itu tercapai. Si sulung menangis saat menghabiskan makanannya, karena dia tahu persis, orang tuanya yg hanya buruh kasar, menyisihkan begitu banyak keperluan lain demi kemewahan sekejap itu. Sungguh dia amat berterimakasih.
Maka tanyakanlah kepada seorang anak kecil, Agus namanya, kelas enam SD. Bertahun2 hanya punya sepasang sepatu butut, jahitan ada di mana2 mencegah sepatu semakin robek. Kalau hujan, jalan ke sekolah becek, Agus melepas sepatunya, rela kakinya kotor, sampai sekolah kaki dicuci, baru dipakai sepatunya, biar sepatunya awet bertahun2 ke depan. Agus tertawa lebar, nyengir saat akhirnya dibelikan sepatu baru. Aduhai, indah sekali senyumnya. Sungguh dia amat berterimakasih.
Maka tanyakanlah kepada Nenek Fatimah, usianya lebih 65 tahun. Tinggal sendirian di rumah kecil, hidup dari pensiunan suaminya yg telah duluan meninggal. Anak2nya sibuk di lain kota, hidup mereka juga tdk terlalu beruntung, jadi bagaimanalah hendak membantu Ibu mereka. Lima tahun Nenek Fatimah hanya punya satu mukena, sudah kusam warnanya, jarang dicuci, agar tidak jadi lebih cepat rusak. Disayang2, kadang Nenek Fatimah merasa malu, menghadap Tuhan dengan pakaian seadanya. Sungguh, meski sudah keriput, wajah tua itu terlihat begitu terharu saat akhirnya bisa membeli mukena baru, d
isisihkan dari uang pensiunnya. Satu gumpal air mata mengalir di ujung matanya, Nenek Fatimah mencium mukena barunya. Sungguh dia amat berterimakasih.
Maka tanyakanlah pada bapak Wahid. Namanya memang wahid, nomor satu, tapi seolah dia selalu terakhir dalam urusan lainnya. Bertahun2 hanya tinggal di kolong jembatan, digusur, diusir kamtib. Pindah ke bantaran kali, digusur, diusir kamtib pula. Pindah ke tanah kosong, digusur, digebukin preman suruhan pemilik tanah. Keluarganya tidak punya rumah bertahun2, saat akhirnya mereka bisa menyicil rumah, alangkah bahagianya mereka. Sujud syukur berkali2. Padahal, kecil saja rumah itu, hanya ukuran 21 meter persegi–sudah dapur, ruang tamu, kamar, toilet mepet, sempit satu sama lain, kalah telak bahkan dibanding kamar hotel berbintang yg ukuran paling kecilnya 28 meter persegi–ada yg 28 meter persegi itu toiletnya saja. Tidak mengapa, bapak Wahid sudah amat bahagia. Sungguh dia amat berterimakasih.
Maka tanyakanlah pada kita, diri sendiri. Apakah makanan kita seperti dua anak perempuan itu? Apa sepatu kita seperti adik agus? Apakah mukena, kain, peralatan beribadah kita seperti Nenek Fatimah? atau apakah rumah tempat tinggal kita sekarang seperti bapak Wahid? Aduhai, apakah kita lebih susah dibanding hidup mereka? Jika tidak, mengapa kita tidak lebih dari mereka soal urusan bersyukur. Lihatlah, mereka bahkan sampai menangis menyatakan perasaan terima kasih pada yg maha pemilik dunia dan semesta. Lantas kita? bagaimana kita menyatakan semua terimakasih itu?
Saya khawatir, jangan2 ‘bersyukur’ itu, bagi sebagian dari kita terlalu mudah, saking mudahnya, kita jadi menyepelekannya. Menggampangkannya. Tidak penting. Semoga tidak demikian. Ya Rabb, semoga kami semua senantiasa berada dalam golongan orang2 yg pandai bersyukur, secara lisan, dan juga secara perbuatan. Allah sungguh sayang pada hambanya yg bersyukur.

Nasehat Kubur

1). Aku adalah tempat yg paling gelap di antara yang gelap, maka terangilah aku dgn TAHAJUD.
2). Aku adalah tempat yang paling sempit, maka LUASKAN aku dengan ber SILATURAHIM.
3). Aku adalah tempat yang paling sepi maka RAMAIkanlah aku dengan perbanyak baca AL-QUR’AN.
4). Aku adalah tempatnya binatang-binatang yang menjijikan maka racunilah ia dengan Amal SEDEKAH
5). Aku yang menyepitkanmu hingga hancur bilamana tidak Solat, bebaskan sempitan itu dengan SOLAT
6). Aku adalah tempat untuk merendammu dengan cairan yang sangat amat sakit, bebaskan rendaman itu dengan PUASA..
7). Aku adalah tempat Munkar dan Nakir bertanya, maka Persiapkanlah jawapanmu dengan Perbanyak mengucapkan Kalimah “LAILAHAILALLAH”..
Ajak teman-teman Anda “Berbagi Yang Bermanfaat, Bermanfaat Dengan Berbagi” dengan mem-BAGIKAN nasehat ini dari Dunia Islam.

Makan Asam Garam

Cokelat itu aslinya pahit. Coba saja kalian makan cokelat asli, pahit, karena mengandung alkoloid. Nah, yang membuatnya jadi manis setelah diolah, dimasukkan teknologi pangan di dalamnya–baik itu teknologi simpel atau rumit. Ditambahkan gula, pemanis, susu, dsbgnya. Semua orang tertipu besar2an sejak kecil, hingga uzu
r, kalau menyangka cokelat itu manis
dari sananya.
Kopi? Nah, semua orang tahu kalau kopi itu pahit. Pun teh, juga pahit. Tapi ketika dicampurkan dengan gula, krim, pemanis, diseduh dengan air hangat, maka dia berubah menjadi minuman yang enak bagi banyak orang.
Kenapa kita membahas tentang cokelat, kopi dan teh ini? Karena saya teringat nasehat2 orang tua. Mereka pernah bilang, “Hidup ini boleh jadi pahit, anakku, seperti kopi, tapi coba kau tambahkan sesendok gula, maka dia bisa berubah menjadi lezat menyenangkan. Apa itu gula dalam kehidupan? Tidak lain adalah perasaan tulus, selalu bersyukur. Kau selalu bisa membuat minuman kehidupan yang lezat dengan resep gula tersebut.”
Well yeah, saya terbengong2 mendengarnya. Orang tua yang kenyang dengan pengalaman hidup, sungguh kalimatnya lebih puitis dibanding pujangga amatiran seperti saya.
Atau yang lain lagi, kita kasih misal. Saya berlari-lari karena hujan, bergegas melintasi jalanan yang juga sedang sibuk oleh orang2 yang kabur dari hujan. Akhirnya tiba di rumah yang hendak dikunjungi. Naik tangga, mengucap salam, orang tua yang dimaksud, tempat saya akan belajar hari ini sedang duduk santai di kursi rotan beranda rumah, menatap jalanan. Nah, setelah menjawab salam, dia bertanya, “Kau kehujanan?”
Saya mengangguk, “Lupa bawa payung.”
Dia tertawa, menggeleng, “Anakku, yang membuat kau kehujanan, bukan karena lupa bawa payung. Yang membuat kau kehujanan karena kau melintasi hujan. Coba kalau ditunggu, berteduh. Tidak akan kehujanan. Atau seperti aku sekarang, duduk di rumah, tidak akan pernah kehujanan. Mau badai, petir, angin kencang, mau seperti apa hebatnya di luar sana, kalau kau memilih berteduh, dia tidak akan pernah berhasil membuat kita basah. Tapi sekali kau keluar, mencemplungkan diri, cukup gerimis kecil, pasti basahlah badan. Hidup ini selalu begitu.”
Saya menyeka rambut, tidak berselera menanggapi panjang lebar–karena nasehat orang tua selalu lebih baik dipikirkan, tidak akan menang bersilat lidah melawan mereka yang sudah makan asam garam kehidupan.
Aih, saya barusaja menyebut sebuah frase yang menawan: “makan asam garam kehidupan”. Kenapa dibilang begitu? Simpel saja, karena orang2 yang lebih tua dibanding kita, tentu makan lebih banyak. Kalau misalnya sehari kita makan 3x, maka orang yang lebih tua setahun dibanding kita, jelas rata2 1000 kali lebih banyak makan dibanding kita. Kalau mereka usianya 10 tahun lebih tua dibanding kita, maka jelas secara rata2 10.000 kali lebih banyak makan dibanding kita. Mereka lebih banyak “makan asam garam kehidupan”. Itu istilah, jadi kalau kalian ternyata makanan pokoknya asam dan garam, sehari makan 1kg asam dan garam, ya secara istilah tetap lebih banyak mereka.
Nah, sebagai penutup, memiliki teman yang lebih tua dibanding kita boleh jadi menarik, loh. Dengarkan orang2 yang sudah pensiun, mau pensiun. Dengarkan kakek-nenek kita, dengarkan cerita2 mereka. Kita bisa belajar banyak hal dari mereka. Jangan sebaliknya, mendengarkan nasehat orang tua kandung sendiri ogah. Mendengarkan nasehat dari kakak kandung sendiri pun malasnya tidak ketulungan. Hei, mereka makan asam garam lebih banyak dibanding kita.

Allah sangat mencintai hambaNya

Seorang mandor bangunan yg berada di lt 5 ingin memanggil pekerjanya yg lagi bekerja di bawah…
Setelah sang mandor berkali-kali berteriak memanggil, si pekerja tidak dapat mendengar karena fokus pada pekerjaannya dan bisingnya alat bangunan.
Sang mandor terus berusaha agar si pekerja mau menoleh ke atas, dilemparnya Rp. 1.000- yg jatuh tepat di sebelah si pekerja.
Si pekerja hanya memungut Rp 1.000 tsb dan melanjutkan pekerjaannya.
Sang mandor akhirnya melemparkan Rp 100.000 dan berharap si pekerja mau menengadah “sebentar saja” ke atas.
Akan tetapi si pekerja hanya lompat kegirangan karena menemukan Rp 100.000 dan kembali asyik bekerja.
Pada akhirnya sang mandor melemparkan batu kecil yang tepat mengenai kepala si pekerja. Merasa kesakitan akhirnya si pekerja baru mau menoleh ke atas dan dapat berkomunikasi dengan sang mandor…
Cerita tersebut di atas sama dengan kehidupan kita, Allah selalu ingin menyapa kita, akan tetapi kita selalu sibuk mengurusi “dunia” kita.
Kita diberi rejeki sedikit maupun banyak, sering kali kita lupa untuk menengadah bersyukur kpd NYA
Bahkan lebih sering kita tidak mau tahu dari mana rejeki itu datang···
Bahkan kita selalu bilang ··· kita lagi “HOKI!”
Yang lebih buruk lagi kita menjadi takabur dengan rejeki milik Allah.
Jadi jangan sampai kita mendapatkan lemparan “batu kecil” yg kita sebut musibah …! agar kita mau menoleh kepada-NYA.
Sungguh Allah sangat mencintai kita, marilah kita selalu ingat untuk menoleh kepada NYA sebelum Allah melemparkan batu kecil.

Antara dirimu dan surga hanya ada kematian

Seorang Arab Badui bernama Jabir ibn Amir berkata kepada Imam Ahmad yang sedang ditangkap dan dibawa menghadap Khalifah al-Ma’mun untuk disiksa dan mungkin akan dibunuh, karena Imam Ahmad tidak mau menuruti Khalifah agar mengakui al-Qur’an itu adalah mahluk, bukan kalam Allah.
Imam Ahmad yang telah tersiksa selama perjalanan itu mendapatkan semangat luar biasa dari ucapan si Badui itu.
“Nasibmu benar-benar malang. Kau menjadi tuntunan orang-orang. Jangan kecewakan mereka. Karena kau adalah kepala mereka.  Jangan kau turuti permintaan penguasa kepadamu karena nanti orang-orang juga akan menurutimu dan kau akan menanggung dosa mereka pada hari kiamat. Jika kau mencintai Allah, bersabarlah atas derita yang kau alami. Sebab di antara dirimu dan syurga hanya ada kematian. Kalaupun kau
tidak dibunuh, kau tetap akan mati juga. Jika kau bertahan hidup, kau akan hidup mulia”

ASAL USUL KERANDA

Suatu ketika Sayyidah Fatimah Azzahra putri tercinta Rasulullah SAW, berada di depan rumah beliau, tiba-tiba ada janazah yang hendak di bawa kekuburan lewat di depan sayyidah Fatimah Azzahra. Saat itu Sayyidah Fatimah bersama Sayyidah Asma binti khumaisy yang biasa menemani dan menghibur Sayyidah Fatimah setelah kepergian Rasulullah SAW.
Tiba-tiba saat itu Sayyidah Fatimah menangis tersedu-sedu hingga membuat Sayyidah Asma panik lalu bertanya, “ wahai putri Rasulullah, kenapa engkau menangis melihat janazah itu ? ada apa dengan janazah itu ? ”Sayyidah fatimah menjawab, setiap orang yang mati akan dibungkus dengan kain kafan yang rapat lalu akan di bawa kelokasi pemakaman dengan di panggul oleh orang-orang yang membawanya?” ( Dahulu sebelum adanya keranda mayat jika ada orang meninggal maka di saat di bawa ke kubur janazah di panggul di atas pundak orang-orang yang membawanya). Sayyyidah Asma menjawab, “ Tentu wahai putri Rasulullah ? ” Kemudian Sayyidah Fatimah melanjutkan,” Dan akupun kelak akan di bawa kekubur seperti itu ?” Sayyidah Asma menjawab “ Benar wahai putri Rasulullah”. Lalu Sayyidah Fatimah melanjutkan ” itulah yang menjadikan aku menangis, sungguh aku sangat malu jika nanti aku meninggal , kemudian di bungkus kain kafan dengan rapat lalu di angkat di atas punggung orang-orang yang membawaku kekubur, sementara orang yang mengiring janazahku akan melihatku, sungguh aku sangat malu karena saat itu mereka akan melihat lekuk-lekuk tubuhku”.
Mendengar ungkapan Sayyidah Fatimah ini Sayyidah Asma berkata ” wahai putri Rasulullah, disaat aku ke negeri Habasyah aku melihat janazah yang di bawa kekubur, janazah diletakkan di sebuah tempat yang di sebut keranda, aku pikir itu bisa menutupi pandangan orang dari melihat lekuk tubuh janazah yang dibawa”. Mendengar cerita Sayyidah Asma ini tiba-tiba tangis Sayyidah Fatimah terhenti , dan wajah beliau berubah berseri-seri sambil berkata ”wahai Asma sungguh aku berwasiat, jika aku mati nanti tolong buatkan aku keranda mayat seperti yang engkau ceritakan agar lekuk tubuhku tidak terlihat saat di bawa kekuburan”. Dan benar setelah Sayyidah Fatimah meninggal, maka di buatlah keranda mayat untuknya.
Yang perlu di cermati dari kisah ini adalah sifat mulia Sayyidah Fatimah yang senantiasa merasa malu jika ada yang melihat lekuk tubuhnya, meskipun disaat beliau sudah meninggal. Dan karena rasa malu yang dimiliki oleh Fatimah inilah menjadi rahasia, kenapa Sayyidah Fatimah menjadi wanita yang paling mullia dan dicintai Rasulullah SAW.
Dan Saat ini, di hari ini  ! Adakah sifat mulia sayyidah Fatimah menempel pada wanita yang berada di rumah kita ? Atau di rumah kita ada orang yang mengaku mencintai Rasulullah akan tetapi di saat masih hidup pun tidak merasa malu jika lekuk-lekuk tubuhnya di saksikan orang di sana-sini. Atau justru pamer lekuk tubuh telah menjadi kebanggan para wanita yang mengaku kenal Sayyidah Fatimah dan kenal Rasulullah ?  Jangan sampai ada yang berkata “ yang penting hati bersih masalah dandanan tidak penting”. Hati Sayyidah Fatimah sungguh jauh dan jauh lebih bersih dari hati wanita – wanita yang kita saksikan saat ini. Justru karena kebersihan hati beliaulah maka Sayyidah Fatimah sangat pemalu dan senatiasa menjaga aurat beliu.
Ya Allah Yang Maha Pengasih, berikan kasih sayangmu kepada kami dan kepada para wanita wanita kami !   Tutuplah aurat mereka ! Berikan kepada mereka rasa malu yang menjadikan mereka senatiasa menjaga aurat dan kehormatan mereka !
Wallahua’lambisshowab