Rabu, 03 April 2013

APAKAH ISTRI AKAN BERTEMU DENGAN SUAMI DI AKHIRAT.??




Al-Qur’an mengajarkan bahwa hubungan antar manusia di akhirat kelak berbeda dengan apa
yang ada di dunia ini : [23 :101 ]
Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya. Di dunia ini kita harus menjalani kehidupan dengan ikatan yang saling kait-berkait dengan individu lainnya, kita terlahir dari rahim seorang ibu yang mengandung karena dibuahi oleh seorang ayah, maka otomatis kita sudah terlahir mempunyai orang- tua, lalu dari hubungan anak dan orang-tua tersebut muncul hak dan kewajiban yang ditetapkan oleh ajaran agama. Demikian pula ketika kita beranjak dewasa dan sudah cukup umur, kita lalu menikah, maka hubungan pernikahan tersebut membuat kita terkait dengan individu lain yang juga memunculkan adanya hak dan kewajiban yang diatur oleh ajaran agama. Hubungan tersebut diciptakan Tuhan dengan dibungkus oleh perasaan : antara cinta dan benci, terpaksa dan sukarela, suka dan tidak suka, semuanya berproses silih berganti yang menjadi dasar adanya dinamika peradaban manusia. Lalu di saat Tuhan membangkitkan semua manusia di akhirat untuk dimintai pertanggung-jawabannya terhadap apa yang dilakukan mereka sehubungan dengan hak dan kewajiban dunia tersebut, maka semua ikatan termasuk perasaan yang melandasinya akan dihapus. Jangan anda kira ketika anda sebagai seorang ayah/ibu yang sedang dituntut atas segala perbuatan anda di dunia, lalu anak- anak anda akan melakukan pembelaan karena ‘tidak tega’ melihat anda diadili, demikian pula sebaliknya. Semua individu akan mempertanggung-jawabkan diri mereka sendiri : [6 :94 ] Dan sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendiri-sendiri sebagaimana kamu Kami ciptakan pada mulanya, dan kamu tinggalkan di belakangmu (di dunia) apa yang telah Kami karuniakan kepadamu; dan Kami tiada melihat besertamu pemberi syafa'at yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu- sekutu Tuhan diantara kamu. Sungguh telah terputuslah ( pertalian) antara kamu dan telah lenyap daripada kamu apa yang dahulu kamu anggap (sebagai sekutu Allah). Bukan cuma manusia lain yang dulunya punya hubungan nasab dengan kita, bahkan sesuatu yang kita jadikan sandaran kita di dunia juga tidak bisa berbuat apa- apa, sandaran tersebut bisa berbentuk : Tuhan yang lain, atasan, penguasa, guru, kiyai, pendeta, dll, semuanya menghadap Allah mengurus diri sendiri. Bahkan bisa saja terjadi, seorang anak yang di dunia telah kita terlantarkan, atau seorang istri yang tidak pernah kita didik untuk patuh dan taat kepada Allah, bersaksi terhadap segala kezaliman kita tersebut, dan kesaksian mereka akan menyeret kita masuk neraka. [16 :111 ] (Ingatlah) suatu hari ( ketika) tiap-tiap diri datang untuk membela dirinya sendiri dan bagi tiap-tiap diri disempurnakan ( balasan) apa yang telah dikerjakannya, sedangkan mereka tidak dianiaya (dirugikan). Bagaimanakan cara kita menggambarkan perasaan dan ikatan kita satu sama lain nantinya di akhirat..?? apakah kita bisa membayangkan perasaan kita terhadap anak kita yang saat ini kita sayangi, atau suami/istri yang kita kasihi, ketika nanti dikaherat semua perasaan tersebut sudah dihapus..??. Sebenarnya apa yang diinformasikan oleh Al-Qur ’an ini bisa kita jelaskan melalui akal sehat kita. Kalaulah perasaan yang melandasi hubungan kita satu sama lain di dunia masih berlaku di akhirat kelak, maka seorang ayah/ ibu yang masuk surga tidak akan merasa nyaman dan tenteram disana ketika ternyata anaknya bernasib sial masuk neraka, demikian pula sebaliknya, bagaimana mungkin seorang istri yang sangat mencintai suaminya ‘ sampai ke pojok surga’ bisa hidup bahagia ketika mengetahui ternyata si suami yang didambakan dijebloskan di neraka..? ?. Maka keputusan Allah untuk menghilangkan hubungan nasab dan perasaan yang melandasinya di akhirat tersebut merupakan suatu keniscayaan dan bisa diterima akal sehat kita, karena memang demikianlah seharusnya. Allah menjelaskan bagaimana perasaan manusia nanti di surga : [7 :43 ] Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka; [15 :47 ] Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap- hadapan di atas dipan- dipan. Tidak ada lagi perasaan tersinggung, cemburu, sakit hati terhadap perilaku penghuni surga yang lain. Al-Qur ’an menyuruh kita untuk berpikir soal ini dengan cara memperbandingkannya dengan kehidupan kita di dunia : [56 :60 ] Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-sekali tidak akan dapat dikalahkan, [56 :61 ] untuk menggantikan kamu dengan orang- orang yang seperti kamu (dalam dunia) dan menciptakan kamu kelak (di akhirat) dalam keadaan yang tidak kamu ketahui. [56 :62 ] Dan Sesungguhnya kamu telah mengetahui penciptaan yang pertama, maka mengapakah kamu tidak mengambil pelajaran (untuk penciptaan yang kedua)? Ayat tersebut menginformasikan bahwa bagaimana persisnya keadaan kita di akhirat kelak merupakan suatu yang tidak bisa kita bayangkan karena belum pernah ada bandingannya di dunia ini. Ibarat kita menyodorkan kalkulator kepada masyarakat primitif, mereka tentu saja punya alat untuk melakukan penghitungan seperti batu dan ranting kayu, lalu ketika diberikan kalkulator untuk melakukan penghitungan, maka pastilah mereka akan kebingungan karena buat kaum primitif, kalkulator merupakan benda ‘yang tidak pernah terbayangkan’ sebelumnya, sekalipun kalkulator merupakan penyempurnaan dari sarana berhitung yang ada pada mereka. Demikian juga dengan manusia, saat ini kita punya tubuh dan pranata/sistem yang kita kenal dalam menjalani kehidupan, apakah kita mampu membayangkan bagaimana persisnya bentuk tubuh dan sistem kehidupan yang merupakan penyempurnaan dari apa yang kita miliki saat ini..?? Namun secara cerdas, ayat Al- Qur’an tersebut menggiring kita untuk memikirkannya, ketika Allah menyatakan ‘Dan Sesungguhnya kamu telah mengetahui penciptaan yang pertama, maka mengapakah kamu tidak mengambil pelajaran ’, artinya Allah menyuruh kita untuk melihat perumpamaannya. Kita bisa membayangkan kalau seandainya kita dilahirkan kembali ke dunia, memulai lagi proses kelahiran dari rahim seorang wanita, lahir, menjadi bayi dan tumbuh dewasa, apakah kita akan berusaha mengulangi kembali kehidupan kita yang dahulu..?? apakah kita akan mencari-cari istri yang kita cintai pada kehidupan  terdahulu..?? apakah kita akan berusaha kembali mengumpulkan anak-anak yang kita sayangi dulu.. ?? Apakah kita akan 'dibakar api cemburu' ketika tahu istri kita dahulu yang telah menitis kepada sosok yang lain ternyata menemukan jodohnya yang lain pula, atau marah-marah melihat anak kita di kehidupan terdahulu ternyata menitis menjadi anak orang lain..?? Anda juga bisa memakai perumpamaan ini untuk periode sebaliknya, jika kehidupan anda saat ini adalah titisan dari hidup anda sebelumnya, apakah saat ini anda sedang mencari-cari dimana istri anda dulu..?? atau berusaha menemukan ayah-ibu anda dahulu..?? .Tentu saja tidak demikian, kita akan berproses sesuai jalur kehidupan yang sudah ditentukan, mencari jodoh sesuai takdir kita, melahirkan anak yang berbeda. Demikianlah desain hidup kita dahulu, maka itu juga yang berlaku bagi kita pada kehidupan selanjutnya. Perintah untuk berpikir melalui perumpamaan tersebut sebenarnya sudah bisa memberikan gambaran
bagaimana nantinya kita di akhirat terkait hubungan antara manusia, bahwa kita akan menjalani kehidupan yang baru sebagai bentuk penyempurnaan kehidupan kita di dunia.. jangan khawatir
terhadap suami anda nantinya, apakah masih bersama anda atau sudah ‘dibajak’ oleh para bidadari. Yang sebaiknya anda lakukan adalah mendo ’akan suami dan anak-anak agar mereka selalu dilindungi Allah dan mendapat kebaikan kelak di akhirat, memastikan apakah suami dan anak-anak selalu bisa menjalankan apa yang diperintah oleh Allah, disamping tetap berusaha untuk memperbaiki diri terus-menerus, menjadi istri yang salehah. Suami dan keluarga adalah sarana anda untuk berbakti kepada Allah, menjadi ‘medan tempur’ yang bisa anda manfaatkan untuk meraup pahala sebanyak- banyaknya. Mencintai suami sepenuh jiwa dan raga tentu saja merupakan sikap yang mulia, namun hal tersebut tetap harus dikaitkan dengan kecintaan anda kepada Allah semata.

Bagaimana Keadaan Seorang Istri di Surga ??????????
Adapun jika seorang wanita meninggal sebelum dia sempat menikah dengan seorang laki-laki maka Allah lah yang menikahkannya kelak di surga dengan seorang lelaki dunia, sebagaimana sabda Rasulullah saw, ”Tidaklah ada di surga seorang bujang.” (HR. Muslim). Syeikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa jika seorang wanita belum menikah di dunia maka Allah swt yang menikahkannya dengan seseorang yang menyedapkan pandangan matanya di surga. Kenikmatan di surga tidaklah terbatas untuk kaum laki-laki akan tetapi untuk kaum laki- laki dan wanita dan diantara kenikmatan itu adalah pernikahan. Demikian halnya dengan seorang wanita yang meninggal dalam keadaan sudah dicerai. Demikian pula terhadap seorang wanita yang suaminya tidak masuk surga, Syeikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa seorang wanita yang masuk surga dan belum menikah atau suaminya tidak termasuk ke dalam ahli surga maka jika wanita itu masuk surga dan di surga terdapat lelaki dunia yang belum menikah maka seorang dari merekalah yang menikahinya. Adapun seorang wanita yang meninggal setelah menikah dan dia termasuk ahli surga maka di surga dia akan bersama suaminya yang menikahinya saat meninggalnya. Adapun seorang wanita yang ditinggal suaminya terlebih dahulu kemudian ia tidak menikah lagi setelahnya hingga dia meninggal dunia maka wanita itu akan menjadi istrinya di surga. Adapun seorang wanita yang ditinggal suaminya terlebih dahulu kemudian ia menikah lagi setelah itu maka wanita itu menjadi istri bagi suaminya yang terakhir walaupun wanita itu pernah menikah dengan beberapa laki-laki, sebagaimana sabda Rasulullah saw, ” Seorang istri untuk suaminya yang terakhir.” ( Silsilatu al Ahadits ash Shahihah Lil Albani ) dan perkataan Hudzaifah kepada istrinya, ”Jika engkau mau menjadi istriku di surga maka janganlah engkau menikah sepeninggalku. Sesungguhnya seorang istri di surga adalah untuk suaminya yang terakhir di dunia. Karena itu Allah swt mengharamkan istri-istri Nabi untuk menikah sepeninggal beliau SAW karena mereka adalah istri- istrinya SAW di surga. ”

08 - " إن هذا لا يصلح . يعني اشتراط المرأة لزوجها أن لا تتزوج بعده " .

قال الألباني في "السلسلة الصحيحة" 2 / 162 :
أخرجه الطبراني في " المعجم الصغير " ( ص 238 ) من طريق نعيم بن حماد حدثنا عبد الله بن إدريس عن الأعمش عن أبي سفيان عن جابر عن أم مبشر الأنصارية : " أن النبي صلى الله عليه وسلم خطب أم مبشر بنت البراء بن معرور فقالت : إني اشترطت لزوجي أن لا أتزوج بعده ، فقال النبي صلى الله عليه وسلم ... " . فذكره . و قال الطبراني : " تفرد به نعيم " .
قلت : و هو ضعيف و أما قول الهيثمي في " المجمع " ( 4 / 255 ) : " رواه الطبراني في " الكبير " و " الصغير " و رجاله رجال الصحيح " . فهو وهم أو تساهل منه ، فإن نعيما هذا – و قد تفرد به - إنما أخرج له البخاري تعليقا ، و مسلم في مقدمة " صحيحه " . فلا ينبغي إطلاق عزو حديثه إليهما ، لأنه يوهم أنه محتج به عندهما ! و قوله " بنت البراء ... " لعله خطأ مطبعي ، و الصواب : " امرأة البراء " و ذلك لوجهين : الأول : أنه كذلك وقع في " المجمع " و لفظه : " عن أم مبشر أن النبي صلى الله عليه وسلم خطب امرأة البراء بن معرور ... " . و الظاهر أن هذا السياق لكبير الطبراني . و الآخر : أني وجدت للحديث شاهدا قويا مفصلا و لذلك خرجته في هذا الكتاب و إلا فنعيم من حق الكتاب الآخر فقال البخاري في " التاريخ الكبير " ( 4 / 2 / 285 ) : قال لنا الجعفي أنبأنا زيد بن الحباب قال : أنبأنا يحيى بن عبد الله بن أبي قتادة عن محمد بن عبد الرحمن بن خلاد الأنصاري عن أم مبشر الأنصارية عن النبي صلى الله عليه وسلم قال لها و هي في بعض حالاتها - و كانت امرأة البراء بن معرور فتوفي عنها فقال : - إن زيد ابن حارثة قد مات أهله ، و لن آلو أن أختار له امرأة ، فقد اخترتك له ، فقالت : يا رسول الله إني حلفت للبراء أن لا أتزوج بعده رجلا ، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : أترغبين عنه ؟ قالت : أفأرغب عنه و قد أنزله الله بالمنزلة منك ؟ إنما هي غيرة ، قالت : فالأمر إليك ، قال : فزوجها من زيد بن حارثة و نقلها إلى نسائه ، فكانت اللقاح تجيء فتحلب فيناولها الحلاب فتشرب ، ثم يناوله من أراد من نسائه . قالت : فدخل علي و أنا عند عائشة فوضع يده على ركبتها و أسر إليها شيئا دوني ، فقالت بيدها في صدر رسول الله صلى الله عليه وسلم تدفعه عن نفسها ، فقلت : مالك تصنعين هذا برسول الله صلى الله عليه وسلم ؟ ! فضحك رسول الله صلى الله عليه وسلم ، و جعل يقول رسول الله صلى الله عليه وسلم : دعيها ، فإنها تصنع هذا ، و أشد من هذا " . قلت : و رجال إسناده ثقات رجال " الصحيح " ، غير يحيى بن عبد الله و محمد بن عبد الرحمن ، و قد وثقهما ابن حبان ( 2 / 301 ، 1 / 209 ) و الأول منهما روى عنه جماعة من الثقات كما في " الجرح " ( 4 / 2 / 161 ) و قال ابن حبان : " روى عنه أهل المدينة ، كنيته أبو عبد الله مات سنة ثنتين و سبعين و مائة " . فالحديث بهذا الشاهد حسن . و الله أعلم .

WUKU Salah satu koleksi naskah yang terkenal di Perpustakaan Radyapustaka adalah serat wuku, seperti apakah serat wuku tersebut?



 
Sejarah WUKU

Wuku adalah perlambang dari sifat-sifat manusia yang dilahirkan pada hari-hari tertentu seperti layaknya horoskop atau perbintangan yang kita kenal. Adapun maksud dan tujuan diciptakan wuku oleh para leluhur Jawa, adalah untuk mengetahui karakter manusia  pada sisi kebaikkan dan keburukkannya, saat-saat sialnya, dan doa penangkal dan  keselamatannya.
Adapun sejarah asal-usulnya wuku yang berjumlah 30 macam sebagai berikut :
Di ceritakan ada dua putri bersaudara yang bernama dewi Shinta dan dewi Landep, dua-duanya diperistri oleh seorang pandita yang bernama Resi Gana., Resi Gana ini adalah putra dari Bethara Temburu dalam ceritanya dalam memperistri dua putri tersebut, Resi Gana belum mendapatkan putra dan cintanya dikarenakan usianya yang sudah tua serta buruk rupa, pada suatu malam karena cinta kasihnya pada salah satu istrinya ( Dewi shinta ) sang Resi mendapatkan kekecewaan karena perilaku sang Dewi Shinta tersebut. Sehingga menyebabkan sang Resi menjadi muksa ( menghilang secara gaib ). Pada saat itu sang Resi sempat mengucap / bersabda kepada Dewi Shinta “ Pada suatu kelak nanti wiji yang tertanam dalam rahimnya akan menghasilkan anak laki-laki agar diberi nama “Raden Watu Gunung “.
Singkat cerita Dewi Shinta akhirnya hamil dan mendapatkan seorang anak laki-laki yang diberi nama seprti sabda tersebut, sang bayi menjelang akhir dewasa nafsu makannya luar biasa / tidak lumrah seperti bayi-bayi yang lain, hingga pada sutau saat ketika Dewi Shinta menanak nasi Raden Watu Gunung mengis sesengguhan, saking kesalnya Dewi Shinta memukul dengan entong ( sendok nasi ) kemudian Watu Gunung kecewa sekali lalu pergi tanpa pamit.
Setelah selesai menanak nasi Dewi Shinta mencari putranya, akan tetapi tidak pernah ketemu. Saking susah hatinya Dewi Shinta dibantu Dewi Landep bertapa di pedepokan ( rumahnya ) dalam pertapaannya akhirnya dua putri tersebut mendapatkan kesaktian yang luar biasa, sehingga banyak pandita-pandita yang lain banyak belajar ilmu dan ingin melamarnya. Tetapi semuanya ditolak, bahkan ada seorang resi yang sangat sakti pun yaitu Resi Tama bahkan ingin memaksanya untuk memperistrinya. Hal ini mengakibatkan dua putri tersebut lari tunggang langgang, inipun masih dikejar resi Tama. Para Pandita yang lain mendaptkan kabar ini akhirnya berbalik menjadi belas kasihan dan akhirnya memburu sang Resi Tama. Dalam peperangan sang Resi Tama dapat mengalahkan semua resi-resi tersebut, bahkan terus mengejar dua putri tersebut sampai ke negara Medangkamulan dengan rajanya Manuk Madewa yang masih berdarah betara Brahma, dengan patihnya berjuluk Patih Citro Dana. Di negara inipun sang Prabu Manuk Madewa juga kasamaran terhadap kecantikan kedua putri tersebut. Sang Putri agaknya mau dengan syarat : “ Bisa mengalahkan sang Resi Tama yang mengejar-ngejar tersebut “ akhirnya dikerahkan bala tentara untuk memerangi sang resi Tama dibawah pimpinan patih Citra Dana, namun dalam peperangan tersebut prajurit dari negeri Medang Kamulam kocar-kacir.
Diceritakan Raden Watu Gunung setelah terpukul oleh entong ( sendok makan ) tersebut sampai di hutan Selo Gringging, luka dikepala akibat pukulan ibunya akhirnya sembuh sendiri dan berbekas. Pada suatu saat Raden Watu Gunung bertemu dengan masyarakat di sekitar hutan tersebut yang sedang mengadakan kendurian atau keselamatan, Raden Watu Gunung ikut dalam selamtan tersebut namun banyak melahap makanan yang disajikan diluar batas kewajaran. Sehingga mengakibatkan kemarahan masyarakat akhirnya dianiaya berramai-ramai, dalam penganiayaan tersebut ternyata Raden Watu Gunung tidak merasakan kesakitan bahkan terus melahap makanan yang tersaji, hal ini mengakibatkan keheranan masyarakat yang akhirnya malah sang Raden Watu Gunung dijadikan Raja diwilayah tersebut, bahkan dibuatkan keraton dan diangkat raja dengan gelar Prabu Watu Gunung. Pada suatu ketika sang Prabu mendengar cerita bahwa di negara Medang Kamulan terjadi peperangan yang disebabkan seorang Resi Tama sedang memperebutkan dua orang putri yang cantik jelita, sehingga Prabu Watu Gunung pun ingin ikut memperrebutkannya. Akhirnya Prabu Watu Gunung bertolak ke negara Medang Kamulan lalu berhadapan langsung dengan sang Resi Tama. Bahkan akhirnya dapat mengalahkan Resi Tama. Namun ketika Resi Tama dapat dikalahkan Raden Watu Gunung, yang terdengar kabar di istana Medang Kamulan adalah patihnya yang bernama Citra Dana dalam perjalanannya menuju ke istana sang patih tersebut dielu-elukan, bahkan sang Prabu Manuk Madewa ikut membangga-banggakan atas kesaktian patihnya. Hal ini terdengar oleh Prabu Watu Gunung, yang menyebabkan kekecewaannya.
Singkat cerita terjadi peperangan lagi antara Prabu Watu Gunung dengan Prabu Manuk Madewa yang akhirnya Prabu Manuk Madewa tewas. Dan akhirnya menjadi raja di Medang Kamulan yang kemudian kerajaan tersebut diganti nama negara Giling Wesi, bahkan dua orang putri tersebut diangkat sebagai permaisurinya. Diceritakan lagi setelah menjadi istri sang Prabu Watu Gunung, dewi Shinta melahirkan putra yang selalu kembar sampai 13 kali ( kecuali yang nomor 14 ) sehingga jumlah putra sang prabu 27 :  
1.      Raden Wukir kembar dengan Raden Kurantil
2.      Raden Tolu kembar dengan Raden Gumbreg
3.      Raden Warigalit kembar dengan Raden Warigagung
4.      Raden Djulungwangi kembar dengan Reden Sungsang
5.      Raden Galungan kembar dengan Raden Kuningan
6.      Raden Langkir kembar dengan Raden Mandasija
7.      Radem Djulungpujud kembar dengan Raden Pahang
8.      Kuruwelut kembar dengan Raden Marakeh
9.      Raden Tambir kembar dengan Raden Madangkongan
10.    Maktal kembar dengan Raden Wuje
11.    Raden Manail kembar dengan Raden Prangbakat
12.    Raden Bala kembar dengan Raden Wugu
13.    Raden Wajang kembar dengan Raden Kuwalu
14.    Raden Dukut tidak kembar
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgF93CsB148ef11A6zxomi-3S-6JNvKzpKESCzKGoOAqTI3K5m8lL2EEhiLbs5qEf2D1ctcgN_bS12cIG0d9hB-WmVAiXgmwThSsvx0uNXgLNoDEg48QxiBzZK2Alvm-h-L4KA1By70qohA/s200/wuku+2.4.jpg
 
Singkat cerita pada suatu ketika Dewi Shinta diperintahkan untuk mencari kutu di kepala Sang Prabu Watu Gunung, betapa terkejutnya sang Dewi Shinta melihat bekas luka kepala sang prabu, yang mengingatkan kejadian putranya di waktu dulu, sang prabu bahkan sempat menceritakan asal mualasan luka tersebut, yang ternyata Dewi Shinta adalah ibunya sendiri terjadilah keharuan yang luar biasa, betapa berat cobaan hidup ini, dan betapa memalukan kejadian ini.
Sehingga diniatkan jangan sampai rahasia ini diketahui orang lain, sambil menangis Dewi Shinta berkata “ Sababing Karuna Ajalaran Saking Kepengine Duwe Maru Widodari Kahyangan “ yang artinya tangisnya dikarenakan keinginan untuk mengawinkan anaknya dengan sang bidadari kahyangan. Dikarenakan keterlanjuran cintanya pada sang dewi Shinta sang Prabu mengumpulkan semua putranya dan memerintahkan prabu Raden Prangbakat untuk naik ke kahyangan bertemu dengan Bathara Guru lalu memohon seorang bidadari bernama Dewi Sri untuk diperistri sang Prabu dengan cara tebak-tebakan.
Diceritakan di kahyangan: Djunggring Salaka Sang Hyang Guru : Resi Narada didatangi oleh Raden Prangbakat atas pesan bapaknya : dengan membawa dua buah ayam peking dimana Bathara Guru (putra Bathara Wisnu) dipersilahkan menebak mana yang jantan dan mana yang betina. Bathara Wisnu menjawab “yang betina adalah yang bertelinga bolong dan yang jantan yang bertelinga mampat”. Namun dalam ceritanya di kahyangan niat Watu Gunung dianggap merusak tatanan wilayah kahyangan kemudian Bathara Wisnu memimpin untuk (Ngluruk)-mendatangi sang Prabu di Gilingwesi akhirnya terjadilah peperangan para dewa dengan sang prabu didahului dengan perang putra-putra sang prabu yang dikepung oleh pasukan para dewa.
Dalam peperangan tersebut yang dipimpin oleh Prabu Watu Gunung sendiri ternyata sulit dikalahkan. Akhirnya Bathara Wisnu mencari tahu kelemahan sang prabu dari putranya sendiri yaitu Raden Srigati yang kemudian Raden Srigati mengutus Wil Awuk sebagai mata-mata untuk mengetahui kelemahan Watu Gunung. Wil Awuk merubah dirinya menjadi ular kecil (ulo kisi) diceritakan Wil Awuk berhasil masuk ke tempat pelaminan sang prabu yang pada saat itu sedang menceritakan tentang kesaktiannya kepada sang Dewi Shinta yang disana sempat diceritakan tentang rahasia kelemahan sang prabu dimana hari naasnya jatuh pada hari anggara kasih jam 12 siang (bedug awan) yaitu pada hari yang sama saat kelahiran Raden Galungan yang juga bersamaan saat Watu Gunung mengalahkan Prabu Manuk Madewa. Kelemahan ini akhirnya digunakan oleh Bathara Wisnu untuk menumpas kerajaan Gilingwesi dan akhirnya tumpaslah sudah kerajaan tersebut.
Pada akhirnya diceritakan Dewi Shinta dan Dewi Landep masih hidup dan menangis memohon Sang Hyang Jagad Noto untuk memohon keadilan kemudian turunlah Resi Narada diutus untuk memberitahukan sebab musababnya yang ternyata disebabkan kesalahannya sendiri yaitu memberitahukan kelemannya kepada Sang Dewi Shinta dimana terdengar oleh Wil Awuk.
Sebagai gantinya sang dewi akan dikabulkan permintaannya asalkan tidak meminta hidupnya kembali sang Watu Gunung besarta putranya sedangkan permintaan sang dewi Shinta hanya ingin Watu Gunung dan semua putranya dimaafkan kesalahannya dan masuk surga bersama-sama dengan dewi Landep. Permohonan ini dipenuhi oleh Sang Hyang Jagad dimana urut-urutan masuk surga adalah :
1.  Dewi Shinta
2.  Dewi Landep
Kemudian diikuti ke-27 putranya yang terakhir Watu Gunung (no 30) oleh Bathara Wisnu ke tiga puluh nama tersebut dijadikan dasar perhitungan Wuku