Suatu hari, Nasruddin pergi bersama anaknya keluar kota. Dalam
perjalanan itu, sang anak naik keledai sementara Nasruddin berjalan kaki
sambil memegang tali keledai yang ditunggangi anaknya.
Tiba-tiba, seseorang menegur dan berkata, “Sungguh zaman memang sudah
edan, bagaimana mungkin seorang anak naik keledai dengan nyaman
sementara ayahnya dibiarkan berjalan kaki. Sungguh anak biadab dan tak
tahu diri.”
Mendengar itu, sang anak berkata pada Nasruddin, “Ayah, bukankah sudah
kukatakan padamu, naikilah keledai ini, biarlah aku yang berjalan kaki.”
Nasruddin pun menuruti kemauan anaknya dan menuruti ucapan orang yang
menegurnya.
Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan sekelompok orang yang
lagi-lagi mencela Nasruddin dan anaknya. “Pantaskah orang tua ini
membiarkan anaknya berjalan kaki sementara dia dengan enaknya duduk di
atas keledainya. Sungguh orang tua yang tidak punya kasihan pada
anaknya.”
Mendengar omongan itu, Nasruddin akhirnya mengajak anaknya naik keledai
berdua untuk menyelesaikan. Mereka bertemu lagi dengan kerumunan orang
yang sedang duduk-duduk di pinggir jalan. Salah satu dari mereka
berkata, “Hai teman-teman, coba kalian lihat, betapa kejamnya mereka,
menunggangi keledai yang lemah itu berdua.”
Karena tidak tahan mendengar ucapan mereka, Nasruddin dan anaknya turun
dari keledai. Keledai itu dituntun sementara mereka berdua berjalan
kaki. Tak lama kemudian, mereka berpapasan dengan sesama orang yang
sedang bepergian. Mereka berkata, “Kalian berdua ini sudah gila,
membiarkan keledai begitu saja tanpa dinaiki, sementara kalian berjalan
kaki padahal udara siang ini sangat panas.”
Dengan kesal Nasruddin berkata pada anaknya, “Anakku, manusia memang
bisanya hanya mencela. Tidak ada yang selamat dari cercaan orang lain.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar